PALA


Penulis, Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Kes. rutin mengisi Kajian Rabu
Berangkat dari pengalaman profesional saya saat mengajar topik kesehatan di pelatihan masa purnabhakti, saya mengidentifikasi bahwa gangguan tidur merupakan salah satu keluhan dominan yang kerap disampaikan oleh peserta pelatihan di sesi tanya jawab.
Mengapa bisa begitu ya? Padahalkan secara logika, di masa purna tugas semestinya pikiran kita tak terbebani lagi oleh berbagai hal terkait pekerjaan ataupun tuntutan-tuntutan sosial yang kerap kita hadapi saat masih aktif bekerja.
Tentu dari aspek medis akan panjang sekali penjelasannya, karena kondisi ini terkait dengan perubahan mekanisme fisiologi, metabolisme, sampai akhirnya jam biologi.
Terlepas dari kajian itu semua, saya teringat di saat kami masih tinggal di Sulawesi Utara yang kaya sekali akan hasil bumi berupa rempah dan aneka tanaman berpotensi obat seperti cengkeh dan pala, Ibunda tercinta yang pernah menimba ilmu teknik kimia di kampus Ganesha pernah berkata; kalau kamu sulit tidur, perbanyak saja makan buah Pala…” Demikian nasehat beliau pada saat saya yang entah kenapa, sampai mendekati tengah malam masih tak dapat juga memejamkan mata.
Belakangan setelah saya tumbuh dewasa dan telah menyelesaikan studi lanjut di bidang biomedika, saya mengetahui bahwa memang buah Pala memiliki kandungan zat aktif yang bersifat sedatifa, alias dapat membantu kita tertidur dengan pulasnya.
Tak hanya itu saja sebenarnya, dari berbagai jurnal yang sempat saya baca, saya mendapati banyak informasi terkait dengan khasiat buah Pala ini, termasuk dari berbagai publikasi Prof Dr Keri Lestari yang risetnya memang berfokus pada manfaat teurapeutik dari Pala.
Prof Keri Lestari adalah pemegang hak paten pembuatan dan penggunaan ekstrak biji pala (Myristica fragrans Hout) sebagai anti hiperglikemik untuk obat anti diabetes pada pasien diabetes tipe 2, dan hak paten sediaan bahan untuk obat anti dislipidemik menggunakan ekstrak biji pala dan metode pembuatannya.
Pala yang disebut Ibu saya dan yang diteliti Prof Keri tampaknya berasal dari spesies yang sama: Pala Banda. Dimana Pala Banda (Myristica fragrans Houtt), adalah rempah asli Kepulauan Maluku, Indonesia, yang memiliki sejarah panjang dalam perdagangan global dan penggunaan etnomedisinal untuk berbagai penyakit.
Tulisan kita kali ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis bukti-bukti ilmiah terkini mengenai potensi farmakologis M. fragrans, dengan fokus utama pada perannya dalam modulasi sistem metabolisme dan sebagai agen sedatif alami buah Pala sebagaimana cerita dari Ibu saya.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa M. fragrans kaya akan senyawa bioaktif, terutama dari golongan fenilpropanoid (miristisin, elemisin, safrol), lignan (macelignan, licarin A), dan monoterpen (sabinene, 4-terpineol).
Studi praklinis secara konsisten menunjukkan bahwa ekstrak M. fragrans memiliki efek hipoglikemik dan hipolipidemik yang signifikan, yang dimediasi melalui beberapa mekanisme, termasuk inhibisi enzim α-amilase dan α-glukosidase, aktivasi reseptor PPARα/γ, dan penekanan jalur lipogenesis melalui aktivasi AMPK.
Selain itu, M. fragrans menunjukkan aktivitas yang kompleks pada sistem syaraf pusat, bertindak sebagai ansiolitik pada dosis rendah dan ansiogenik pada dosis tinggi.
Mekanisme yang mendasarinya melibatkan modulasi sistem endokanabinoid melalui inhibisi enzim FAAH oleh senyawa lignan, dan potensiasi reseptor GABAA: reseptor GABAA adalah reseptor ionotropik dan saluran ion dengan gerbang ligan. Ligan endogennya adalah asam γ-aminobutyric, neurotransmitter penghambat utama di sistem saraf pusat.. Efek neurologik Pala lainnya adalah melalui inhibisi lemah MAO oleh zat aktif miristisin.
Potensi farmakologis buah Pala atau M. fragrans terletak pada keragaman senyawa kimianya yang kompleks, yang distribusinya bervariasi di seluruh bagian tanaman. Senyawa-senyawa ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelas utama seperti Fenilpropanoid, yang merupakan kelas senyawa paling menonjol dan bertanggung jawab atas banyak efek farmakologis serta toksikologis dari pala. Senyawa utama dalam kelompok ini adalah miristisin (4-methoxy-6-prop-2-enyl-1,3-benzodioxole), elemisin (1,2,3-trimethoxy-5-prop-2-enylbenzene), dan safrol (5-prop-2-enyl-1,3-benzodioxole).
Senyawa fenilpropanoid lainnya yang juga signifikan adalah eugenol dan metil eugenol. Senyawa-senyawa ini merupakan komponen utama dari minyak atsiri pala dan konsentrasinya sangat bervariasi. Sebagai contoh, satu analisis GC-MS terhadap ekstrak n-heksana biji pala menemukan elemisin (24.44%) sebagai komponen tertinggi, diikuti oleh miristisin (13.81%).
Sebaliknya, studi lain mengidentifikasi miristisin sebagai komponen utama yang bertanggung jawab atas efek sedatif dan psikoaktif , dan juga sebagai komponen utama dalam ekstrak etanolik bersama asam miristat.
Lalu ada komponen Lignan dan Neolignan, yang merupakan kelas metabolit sekunder dalam jumlah berlimpah di biji dan fuli pala, yang terbentuk dari dimerisasi unit-unit fenilpropanoid. Senyawa-senyawa penting dalam kelompok ini termasuk macelignan, yang telah menunjukkan aktivitas antibakteri, anti-inflamasi, dan antikanker.
Senyawa lignan lain yang baru-baru ini diidentifikasi dan terbukti memiliki peran penting dalam modulasi sistem syaraf adalah licarin A, licarin B, (+)-galbacin, dan myrislignan.
Selain Lignan, ada juga Monoterpen yang merupakan komponen dominan dalam minyak atsiri pala, menyusun hingga 90% dari total minyak. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab atas aroma khas pala yang kuat dan menyegarkan. Komponen utama dalam kelompok ini meliputi sabinene, α-pinene, β-pinene, 4-terpineol, γ-terpinene, dan limonene.
Biji pala juga sangat kaya akan minyak lemak (lemak padat), yang dapat mencapai 20-40% dari berat keringnya. Komponen utama dari fraksi lipid ini adalah trimiristin, yang merupakan trigliserida dari asam miristat. Asam lemak lain yang juga teridentifikasi meliputi asam palmitat dan asam stearat.
Selain kelas-kelas utama di atas, ekstrak pala dari berbagai bagian tanaman juga mengandung beragam senyawa lain yang berkontribusi pada aktivitas biologisnya. Termasuk di dalamnya adalah flavonoid, saponin, alkaloid, dan tanin, yang umumnya ditemukan dalam ekstrak polar (seperti etanol atau metanol) dan diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba yang kuat.
Penggunaan tradisional pala untuk gangguan yang berkaitan dengan metabolisme kini didukung oleh data ilmiah yang menunjukkan kemampuannya dalam mengontrol kadar gula darah.
Berbagai studi pada hewan model telah secara konsisten menunjukkan efikasi ekstrak M. fragrans. Pemberian ekstrak etanolik, metanolik, maupun ekstrak air dari biji, fuli, dan bahkan daging buah pala terbukti secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah puasa dan hemoglobin terglikasi (HbA1c) pada hewan coba yang dibuat diabetes dengan induksi kimia (streptozotocin atau aloksan) atau melalui diet tinggi glukosa.
Secara khusus, ekstrak etanolik daging buah pala (NPE) pada dosis 200 mg/kg dan 300 mg/kg berat badan tidak hanya menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada tikus, tetapi juga menunjukkan perbaikan pada gambaran histopatologis pankreas, organ yang rusak pada kondisi diabetes.
Salah satu strategi utama dalam manajemen diabetes adalah memperlambat penyerapan glukosa dari usus. Ekstrak metanolik dari fuli pala menunjukkan aktivitas penghambatan yang kuat terhadap dua enzim kunci dalam pencernaan karbohidrat: α-amilase (dengan nilai IC_{50} sebesar 330 µg/ml) dan α-glukosidase (dengan nilai IC_{50} sebesar 390 µg/ml). Dengan menghambat enzim-enzim ini, proses pemecahan karbohidrat kompleks (seperti pati) menjadi glukosa sederhana diperlambat, sehingga mencegah lonjakan kadar gula darah yang tajam setelah makan (postprandial).
Studi yang menggunakan ekstrak pala yang telah dihilangkan kandungan safrolnya (senyawa karsinogenik) menemukan bahwa ekstrak tersebut mampu meningkatkan aktivitas Peroxisome Proliferator-Activated Receptor alpha (PPARα) dan gamma (PPARγ) secara bergantung dosis.
PPARγ adalah target molekuler dari obat antidiabetes golongan tiazolidindion (seperti pioglitazone), yang bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin. Aktivasi ganda (dual agonist) pada PPARα dan PPARγ memberikan keuntungan tambahan karena PPARα juga berperan penting dalam metabolisme lipid.
Sementara senyawa lignan, macelignan, telah diidentifikasi melalui studi in silico sebagai ligan potensial untuk kedua reseptor ini, bahkan menunjukkan afinitas pengikatan dan stabilitas kompleks yang lebih baik dibandingkan dengan obat standar pioglitazone.
Salah satu manifestasi dari perjalanan penyakit diabetes melitus adalah terjadunga kerusakan progresif sel beta di pulau Langerhans pankreas. Studi yang mengevaluasi ekstrak daging buah pala menemukan adanya perbaikan pada struktur histologis pankreas yang rusak akibat diet tinggi glukosa. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak pala mungkin memiliki efek protektif atau bahkan regeneratif pada sel-sel beta pankreas, meskipun mekanisme pastinya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Beberapa studi pada kelinci dan tikus yang diberi diet tinggi kolesterol untuk menginduksi hiperlipidemia menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanolik pala secara signifikan dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida.
Sementara kadar kolesterol HDL tidak berubah secara signifikan atau sedikit meningkat. Lebih lanjut, ekstrak ini juga terbukti mengurangi akumulasi kolesterol di organ visceral seperti hati dan jantung, menunjukkan potensi dalam mencegah aterosklerosis.
Ekstrak fuli pala yang diberikan secara oral pada tikus yang dibuat obesitas melalui diet kafetaria (diet tinggi lemak, gula, dan garam) menunjukkan hasil yang menjanjikan. Pada dosis 200 mg/kg dan 400 mg/kg, ekstrak ini menyebabkan penurunan asupan makanan, penurunan berat badan yang signifikan (hingga 12.87% pada dosis tertinggi), serta penurunan Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, dan persentase lemak tubuh total.
Mekanisme utama yang diusulkan untuk efek anti-obesitas adalah melalui penghambatan enzim lipase pankreas. Enzim ini sangat penting untuk memecah lemak (trigliserida) dari makanan di dalam usus menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap oleh tubuh.
Dengan menghambat lipase pankreas, penyerapan lemak dari makanan berkurang, sehingga mengurangi asupan kalori dan akumulasi lemak. Senyawa-senyawa seperti saponin, flavonoid, dan tanin yang terkandung dalam ekstrak pala diyakini bertanggung jawab atas efek penghambatan ini.
Pada tingkat seluler di hati, ekstrak alkohol pala terbukti mampu menekan ekspresi gen-gen kunci yang terlibat dalam sintesis asam lemak de novo (lipogenesis). Secara spesifik, ekstrak pala menekan ekspresi Fatty Acid Synthase (FASN) dan Sterol Regulatory Element-Binding Protein 1c (SREBP-1c). Mekanisme ini dimediasi melalui aktivasi (fosforilasi) dari AMP-activated protein kinase (AMPK), sebuah sensor energi seluler utama yang ketika aktif akan mematikan jalur anabolik (seperti sintesis lemak) dan menyalakan jalur katabolik (seperti oksidasi lemak).
Berbagai fraksi ekstrak biji pala, termasuk yang diekstraksi dengan ligroin, etanol, dan etil asetat, telah terbukti memiliki aktivitas sedatif-hipnotik yang signifikan pada model hewan. Ekstrak-ekstrak ini mampu memperpanjang durasi tidur yang diinduksi oleh pentobarbital (obat tidur golongan barbiturat) dan secara signifikan mengurangi waktu yang dibutuhkan hewan untuk tertidur (latensi tidur).
Selain pemberian oral, inhalasi minyak atsiri pala juga menunjukkan efek penenang yang kuat, yang ditandai dengan penurunan aktivitas lokomotor (pergerakan) pada mencit secara signifikan.
Aspek yang paling menarik dan secara klinis paling relevan dari farmakologi SSP pala adalah efeknya yang bifasik (dua fase) terhadap kecemasan. Pada dosis yang lebih rendah, misalnya 25-50 mg/kg ekstrak air atau 500 mg/kg ekstrak etanol, pala menunjukkan efek ansiolitik yang signifikan.
Hal ini dibuktikan dalam uji perilaku standar seperti elevated plus-maze (EPM), di mana hewan yang diberi ekstrak menghabiskan lebih banyak waktu untuk bereksplorasi di lahan terbuka (menandakan berkurangnya kecemasan). Dalam tes open field itu, hewan juga menunjukkan peningkatan ambulasi (pergerakan jelajah), yang mengindikasikan penurunan rasa takut terhadap lingkungan baru.
Sebaliknya, ketika dosis ditingkatkan secara signifikan (misalnya, 30-100 mg/kg ekstrak n-heksana atau 1500 mg/kg ekstrak etanol), efeknya berbalik menjadi ansiogenik. Hewan menunjukkan penurunan drastis dalam aktivitas lokomotor, lebih banyak berdiam diri, dan menghindari area terbuka, yang merupakan perilaku khas hewan yang mengalami kecemasan atau ketakutan.
Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pala tidak berikatan langsung dengan reseptor kanabinoid CB1 atau CB2. Sebaliknya, senyawa-senyawa di dalamnya bekerja secara tidak langsung dengan menghambat enzim Fatty Acid Amide Hydrolase (FAAH). FAAH adalah enzim utama yang bertanggung jawab untuk memecah endokanabinoid anandamide (molekul kebahagiaan).
Dengan menghambat FAAH, kadar anandamide di sinaps meningkat, yang kemudian mengaktifkan reseptor CB1 dan menghasilkan efek ansiolitik yang lembut, mirip dengan efek kanabis. Senyawa lignan dari pala, khususnya licarin A, 5′-methoxylicarin A, dan malabaricone C, telah diidentifikasi sebagai inhibitor FAAH yang poten dan selektif.
Asam Gamma-Aminobutirat (GABA) adalah neurotransmiter inhibitor utama di otak, dan aktivasi reseptornya (GABAA) menghasilkan efek penenang dan ansiolitik. Senyawa monoterpen 4-terpineol, yang terdeteksi dalam plasma darah setelah inhalasi minyak atsiri pala , diketahui dapat mempotensiasi (memperkuat) respons yang dimediasi oleh reseptor GABAA.
Kondisi ini berkontribusi langsung pada efek sedatif dan ansiolitik. Selain itu, studi lain menunjukkan bahwa efek ansiogenik dari trimiristin dapat dihambat oleh diazepam (obat golongan benzodiazepin yang merupakan agonis reseptor GABAA), yang mengindikasikan adanya interaksi kompleks antara sistem serotonergik dan GABAergik dalam aksi pala.
Pala juga terbukti mampu mengurangi aktivasi sel glial (astrosit dan mikroglia), yang merupakan sel imun di otak, dan melemahkan kematian sel neuronal di area hipokampus (khususnya regio CA1 dan CA3) yang sering terjadi akibat kejang berulang.
Senyawa fenilpropanoid miristisin pala diketahui merupakan inhibitor lemah dari enzim Monoamine Oxidase (MAO). MAO adalah enzim yang memetabolisme neurotransmiter monoamin seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Penghambatan MAO dapat meningkatkan kadar neurotransmiter ini di otak, yang dapat menghasilkan efek antidepresan dan stimulan. Efek ini kemungkinan besar berkontribusi pada gejala agitasi dan euforia yang terlihat pada intoksikasi pala dosis tinggi.
Dari data di atas, kita jadi mengetahui bahwa ekstrak buah pala itu punya peran luar biasa dalam konteks etnomedisin. Pala bisa membantu optimasi fungsi metabolisme, bisa mengurangi resiko diabetes melitus tipe 2, mengurangi obesitas dan memperbaiki profil lemak, serta dapat membantu meningkatkan kualitas tidur dan mereduksi kecemasan.
Tak heran jika pala sejak berabad-abad yang lampau telah menjadi rempah primadona yang telah membangkitkan “raksasa tidur” Eropa. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda jadi berlomba dalam teknologi maritim, navigasi, dan militer, serta sistem dagang, termasuk berdirinya bursa saham pertama di dunia, antara lain karena terpantik oleh si cantik pala yang eksotik.
Sebagai bangsa dimana pala menjadi identitas flora endemiknya, apa yang sudah dan dapat kita lakukan ? Mari bersama kita pikirkan ya. 🙏🏾🇮🇩