Kajian Selasa: HALAL BI HALAL TRADISI BERMAKNA SYAR’I

Ustadz: KH. Yusuf Muhammad, S.Q., Al hafidz
Halal Bi Halal mempunyai dua makna: Tradisi dan Syar’iy.
Acara seremonial Halal Bi Halal itu Tradisi. Adapun Halal Bi Halal dalam arti saling bermaaf-maafkan atas perbuatan zhalim antar sesama adalah Syar’iy. Rasulullah SAW bersabda :
( من كانت له مظلمة لأحد من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه ) رواه البخاري
“siapa saja yang melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya sekarang juga sebelum datang waktu ketika tidak berguna lagi dinar dan dirham (ajal). Jika sampai ajal tiba belum minta penghalalan (halal bi halal ) maka kelak di akhirat orang yang zhalim wajib membayar dengan amal solehnya. Jika pelaku kezhaliman mempunyai amal soleh maka akan diambil untuk membayar kezhalimannya, namun jika tidak mempunyai amal soleh maka dosa orang yang dizhalimi akan diambil ditimpakan kepada yang berbuat zhalim. (HR. Al-Bukhari – Riyadhus Solihin: 210)
Pailit Akhirat.
Orang yang pernah berbuat zhalim kepada orang lain namun tidak Halal Bi Halal sampai ajal tiba maka kelak di akhirat bisa masuk ke dalam kelompok Al Muflisun yaitu orang-orang yang bangkrut (pailit) akhirat. Siapakah mereka itu ?
Rasulullah SAW pernah mengajak dialog masalah ini kepada paa sahabat dengan membuka pertanyaan :
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ (رواه مسلم)
“Tahukah kalian, Siapakah orang yang mengalami bangkrut (pailit) diantara kalian?” Para sahabat menjawab pertanyaan Nabi sesuai pandangan mereka : “orang yang pailit ya mereka yang tidak memiliki suatu harta apapun”. Mendengar jawaban ini kemudian Rasulullah SAW memberikan penjelasan meluruskan pandangan para sahabat :
فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ (رواه مسلم)
“Orang yang menderita bangkrut berat dari umatku adalah orang yang dibangkitkan di hari akhirat dengan membanggakan amal ibadahnya yang banyak, ia datang dengan membawa pahala shalatnya yang begitu besar, pahala puasa, pahala zakat, sedekah, amal dan sebagainya. Tetapi kemudian datang pula menyertai orang itu, orang yang dulu pernah dicaci maki, pernah dituduh berbuat jahat, orang yang hartanya pernah dimakan olehnya, orang yang pernah ditumpahkan darahnya. Semua mereka yang dianiaya orang tersebut, dibagikan amal-amal kebaikannya, sehingga amal kebaikannya habis. Setelah amal kebaikannya habis, maka diambil lah dosa dan kesalahan dari orang-orang yang pernah dianiaya, kemudian dilemparkan kepadanya kemudian dicampakkannya orang itu ke dalam neraka. (HR. Muslim, No: 2581).*